Dalam rangka mendukung pengelolaan
sampah berbasis masyarakat di DKI Jakarta, Japan Bank for International
Cooperation (JBIC) pada bulan Agustus 2007 sampai dengan
Januari 2008 melakukan studi dan pengembangan partisipasi masyarakat
dalam mengelola sampah di RW 01 dan RW 02 Kelurahan Cempaka Putih Timur,
Jakarta Pusat. Implementasi kegiatan tersebut diawali dengan Pelatihan
Daur Ulang dan Pengomposan Sampah Rumah Tangga yang dilaksanakan pada
tanggal 7 Oktober 2007.
Kader lingkungan yang dididik oleh JBIC
dalam pelatihan tersebut berjumlah 42 orang yang terdiri atas kader yang
bermukim di RW 01 dan RW 02 (berjumlah 31 kader) dan yang bermukim di
luar kedua RW tersebut (11 kader). Jumlah kader lingkungan yang bermukim
di RW 01 berjumlah 22 orang sedangkan di RW 02 berjumlah 9 orang. Tujuh
kader di antaranya, merangkap sebagai kader Yayasan Uli Peduli.
Sedangkan kader lingkungan yang tidak bermukim di kedua RW tersebut
terdiri atas tukang gerobak (4 kader), anggota LSM (6 kader), dan staf
Dinas Kebersihan (1 kader). Dengan adanya program dari JBIC, jumlah
total kader lingkungan di wilayah RW 01 dan RW 02 Kelurahan Cempaka
Putih Timur menjadi 77 orang yang pada mulanya hanya 53 orang. Komposisi
kader lingkungan didominasi oleh para ibu (70%), sisanya pria (30%).
Para
kader lingkungan memiliki tanggung jawab untuk mengajak para
tetangganya menjaga kualitas lingkungan hidup di sekitar rumah
masing-masing terutama masalah kebersihan dan daur ulang sampah. Para
kader lingkungan juga mempunyai kewajiban untuk memberikan pengetahuan
dan keterampilan pengolahan sampahnya kepada yang membutuhkan.
Untuk
melihat aktivitas nyata para kader lingkungan, setelah pelatihan,
dilakukan monitoring secara reguler. Pelaksanaan monitoring juga
dilakukan sekaligus untuk pendampingan dan pembinaan kepada para kader
lingkungan sehingga apabila menemui kesulitan dalam melakukan
aktivitasnya dapat segera diatasi. Monitoring kegiatan dilakukan dengan
cara (i) wawancara secara langsung dengan para kader lingkungan, (ii)
penyebaran kuesioner, dan (ii) kunjungan monitoring secara reguler 3 – 4
minggu sekali ke para kader lingkungan. Selain itu dilakukan juga
berkoordinasi dengan para stakeholders yang terkait, misalnya Suku Dinas
Kebersihan Jakarta Pusat, Pusat Teknlogi Lingkungan – BPPT, Yayasan Uli
Peduli, dan Pemerintah Kelurahan Cempaka Putih Timur.
SISTEM PENGELOLAAN SAMPAH TERINTEGRASI
RW
01 dan RW 02 Kelurahan Cempaka Putih Timur merupakan daerah permukiman
padat penduduk dengan jumlah KK 1.265 atau sekitar 5.060 jiwa.
Diperkirakan jumlah sampah yang diproduksi perharinya 15 m3. Sampah
warga didominasi oleh sampah organik, 65,55%. Sedangkan sampah lainnya
adalah sampah anorganik yang didominasi oleh sampah kertas (10,57%) dan
plastik (13,25%)
Oleh
sebagian warga dan para kader lingkungan sampah yang dihasilkannya
dipilah-pilah untuk kemudian dikomposkan dan dimanfaatkan menjadi
kerajinan tangan. Residu sampahnya kemudian dibuang ke temat sampah.
Tempat sampah yang digunakan oleh warga cukup beragam seperti tong
plastik, drum seng, bak yang disemen, ember plastik, dan kantong
plastik. Namun, Sebagian besar wadah sampah yang dipakai berupa drum dan
tong plastik karena gampang dipindah-pindah dan tidak permanen sesuai
dengan lingkungan jalan yang sebagian besar berupa gang yang tidak
terlalu lebar dan tanpa trotoar. Wadah sampah dan komposter diletakan di
depan rumah atau di pinggir-pinggir jalan masuk.
Sampah dari
rumah tangga yang tidak diolah menjadi kompos kemudian dikumpulkan ke
dalam gerobak sampah setiap 2 – 3 hari sekali dan diangkut ke kompleks
Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Rawasari yang dikelola oleh
Dinas kebersihan DKI Jakarta bekerjasama dengan BPPT. Di TPST tersebut,
sebagian besar sampah dikomposkan dan didaur ulang, dan sebagian lainnya
dimasukkan ke TPS indoor untuk dipres dan diangkut ke TPA Bantargebang.
Sebagian kecil residu sampah dibakar di dalam incinerator.
PENGELOLAAN SAMPAH MANDIRI
Salah
satu RT yang paling menonjol dalam pengelolaan sampahnya adalah RT 04
dan RT 08 RW 01. Kegiatan penghijauan lingkungan di RT tersebut telah
dimulai sejak tahun 2004 oleh ibu-ibu yang tergabung dalam dasa wisma.
Oleh karena itu, tidak mengherankan apabila pada tahun 2005 menjadi
juara 2 Lomba Penghijauan tingkat DKI Jakarta. Selanjutnya pada tahun
2006, kegiatan penghijauan dan pengelolaan kebersihan mendapatkan
perhargaan dalam lomba “Green and Clean 2006” yang diadakan oleh Yayasan
Uli Peduli.
Dari hasil studi diketahui bahwa sebanyak 53% kader
lingkungan telah melakukan pemilahan sampah dan pengomposan sampah
setiap hari, sedangkan sebagian lainnya melakukannya 2 – 3 hari sekali.
Sebanyak 89% kader lingkungan yang tidak mengomposkan setiap hari
beralasan karena jumlah sampah organiknya sedikit. Sedangkan lainnya
beralasan sibuk.
Sampah organik yang dikomposkan antara lain
berupa daun-daun pohon, sampah tanaman hias, kulit buah, sisa potongan
sayur sebelum dimasak, dan sisa makanan. Jenis sampah yang dominan
dikomposkan berupa sampah daun, kulit buah dan potongan sayuran.
Jika
dilihat dari jumlah sampah yang dikomposkan, maka jumlah jumlah sampah
yang dikomposkan di RW 01 juga semakin meningkat. Pada saat sebelum
pilot project berjalan, sampah yang dikomposkan diperkirakan hanya 624
liter per bulan, tetapi setelah pilot project berjalan sampah yang
dikomposkan menjadi 984 liter per bulan. Sejalan dengan peningkatan
jumlah pengomposan, jumlah produk kompos juga diperkirakan meningkat
dari 156 liter menjadi 246 liter perbulannya.
Pengelolaan sampah
anorganik juga tidak kalah pentingnya dengan pengomposan. Sebanyak 42%
kader lingkungan menyatakan telah memanfaatkannya kembali sampah plastik
antara lain untuk pot dan kerajinan tangan. Sedangkan sebanyak 21%
mengumpulkan dan memberikannya kepada pemulung. Namun ternyata masih ada
kader lingkungan (sebanyak 10%) yang belum memanfaatkannya dan sampah
anorganiknya langsung dibuang ke tempat sampah sebagaimana residu sampah
lainnya.
Sampah plastik yang dijadikan pot umumnya adalah
botol/gelas air mineral dan kaleng plastik cat. Sedangkan sampah plastik
yang biasanya dibuat kerajinan adalah plastik-plastik kemasan yang
tebal dan berpenampilan bagus.
Salah seorang kader lingkungan,
Bapak Hendrik (RT 08/RW 02), telah memanfaatkan secara khusus kaleng
plastik cat untuk bahan baku komposter yang dipesan oleh Yayasan Uli
Peduli untuk disebarkan di berbagai tempat di Jakarta. Kaleng cat
tersebut didesain sedemikian rupa dan dicat warna-warni sehingga
penampilannya menarik.
Sementara itu, kader lingkungan Ibu Tri
Darmayanti (RT 08/RW 02), telah mendapatkan pelatihan khusus pembuatan
kerajinan tangan berbahan baku plastik kemasan dari Yayasan Uli Peduli.
Produk kerajinan tersebut berupa tas, dompet, tempat tissue, taplak
meja, karpet, dsb. Ibu Tri mendapatkan pula bantuan mesin jahit dari
Yayasan Uli Peduli. Produk-produk kerajinan tersebut dijual di beberapa
pusat-pusat pertokoan di Jakarta.
Seperti halnya di Banjarsari
(Jakarta Selatan), di lokasi tersebut juga memiliki motivator
pengelolaan sampah seperti halnya Ibu Bambang Wahono. Usianya pun hampir
sama yakni 70-an, tetapi semangatnya masih menyala-nyala.
PESAN GUBERNUR DKI JAKARTA
Untuk
mensosialisasikan pengelolaan sampah berbasis masyarakat di Jakarta,
diadakanlah sebuah acara yang dihadiri oleh Gubernur DKI Jakarta pada
awal tahun 2008. Pada acara tersebut, Gubernur mencanangkan “Gerakan
Pengelolaan Sampah Berbasis Masyarakat”. Rangkaian acara tersebut
meliputi kunjungan Gubernur DKI Jakarta beserta stafnya ke RW 01.
Setelah itu, Gubernur berjalan kaki menuju kompleks TPST Rawasari yang
berjarak sekitar 200 meter. Di TPST tersebut Gubernur meninjau kegiatan
pengomposan dan daur ulang sampah skala kawasan dan ke TPS Indoor. Acara
kunjungan ke berbagai tempat tersebut dilanjutkan dengan dialog dengan
warga Jakarta tentang permasalahan lingkungan yang dihadapi.
Gubernur
Fauzi Bowo dalam sambutannya mengatakan bahwa melibatkan peran serta
kader lingkungan dan warga masyarakat sangatlah efektif dalam mereduksi
sampah sehingga biaya trasportasi sampah semakin efisien dan umur TPA
Bantargebang semakin panjang. Disamping itu, melibatkan masyarakat untuk
mengolah sampah memberikan manfaat bagi masyarakat itu sendiri.
Gubernur mengakui butuh waktu yang panjang untuk menumbuhkan kesadaran
masyarakat untuk mengolah sampahnya secara mandiri. Oleh karena itu
diperlukan pimpinan komunitas dan kader-kader lingkungan yang tekun
untuk menumbuhkan kesadaran warga mengolah sampahnya sendiri. ***
Tulisan Pelengkap :
TEMPAT PENGOLAHAN SAMPAH TERPADU (TPST) RAWASARI
Tempat
pengolahan sampah terpadu (TPST) Rawasari pertama kali dibangun pada
tahun 2000 dengan dana APBD Pemda DKI Jakarta dalam Kegiatan Pengelolaan
Sampah Kota secara Terpadu Menuju Zero Waste. Kegiatan tersebut
dimaksudkan sebagai penyediaan sarana pengelolaan sampah skala kawasan
di Jakarta.
Pengelolaan TPST Rawasari dilaksanakan secara
bersama antara Pusat Teknologi Lingkungan – BPPT (sebagai lembaga riset
teknologi) dan Dinas Kebersihan DKI Jakarta. Pada tahun 2005, TPST
Rawasari dikembangkan oleh BPPT dengan memperluas bangunan pengomposan
dan peningkatan kegiatan operasionalnya. Selanjutnya pada tahun 2007,
di-install mesin-mesin daur ulang sampah sehingga performansi TPST
Rawasari semakin lengkap.
Saat ini pengembangan TPST Rawasari
juga diintegrasikan dengan pengelolaan sampah berbasis masyarakat yang
dilakukan oleh RW 01 dan RW 02 Kelurahan Cempaka Putih Timur- Jakarta
Pusat. Di dalam kompleks Rawasari terdapat beberapa fasilitas
pengelolaan sampah yaitu composting hall, pelbagai mesin daur ulang
sampah anorganik, TPS Indoor, dan incinerator kecil.
Saat ini,
sebagian besar sampah yang tidak diolah sendiri oleh warga RW 01 dan
02 dibawa ke kompleks TPST Rawasari. Di TPST, sebagian sampah
dikomposkan dan didaur ulang, dan sebagian lainnya dimasukkan ke TPS
indoor untuk dipres dan diangkut ke TPA Bantargebang. Sebagian kecil
residu sampah dibakar di dalam incinerator kecil.
Dengan adanya
integrasi pengolahan sampah di tingkat masyarakat dan di TPST Rawasari,
volume sampah yang diangkut ke TPA menjadi berkurang sehingga
mengurangi ongkos pengangkutan sampah dan memperpanjang umur TPA. Selain
itu, didapatkan pula produk samping yang bermanfaat seperti pupuk
kompos, produk daur ulang plastik, kertas, dsb. Model pengelolaan sampah
tersebut dapat direplikasi di tempat lainnya sesuai dengan kondisi
daerahnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar