Badan Pengkajian dan Pengembangan
Tekhnologi (BPPT) menciptakan sistem baru untuk mengatasi permasalahan
sampah di Indonesia. Namanya Reusable Sanitary Landfill. Sebenarnya,
sistem ini merupakan penyempurna sistem yang
pernah diterapkan di Tempat Pembuangan Akhir Bantar Gebang. Kalau RSL
diterapkan di Jakarta, dipastikan Jakarta tidak perlu mengotak-atik tata
ruang kota atau mengambil lahan daerah lain.
Arsitek dan Insinyur
Tekhnologi BPPT, Dipl. –Ing. Ir H. B. Henky Sutanto menjelaskan Reusable
Sanitary Landfill (RSL) adalah sebuah sistem pengolahan sampah yang
berkesinambungan dengan menggunakan metode Supply Ruang Penampungan
Sampah Padat. RSL diyakini Henky bisa mengontrol emisi liquid, atau air
rembesan sampai sehingga tidak mencemari air tanah.
Sistem ini mampu
mengontrol emisi gas metan, karbondioksida atau gas berbahaya lainnya
akibat proses pemadatan sampah. RSL juga bisa mengontrol populasi lalat
di sekitar TPA. Sehingga mencegah penebaran bibit penyakit.
Cara
kerjanya, di RSL, sampah ditumpuk dalam satu lahan. Lahan tempat sampah
tersebut sebelumnya digali dan tanah liatnya dipadatkan. Lahan ini
desbut ground liner. Usai tanah liat dipadatkan, tanah kemudian dilapisi
dengan geo membran, lapisan mirip plastik berwarna yang dengan
ketebalan 2,5 milimeter yang terbuat dari High Density Polyitilin, salah
satu senyawa minyak bumi. Lapisan ini lah yang nantinya akan menahan
air lindi (air kotor yang berbau yang berasal dari sampah), sehingga
tidak akan meresap ke dalam tanah dan mencemari air tanah. Di atas
lapisan geo membran dilapisi lagi geo textile yang gunanya memfilter
kotoran sehingga tidak bercampur dengan air lindi. Secara berkala air
lindi ini dikeringkan.
Sebelum dipadatkan, sampah yang menumpuk
diatas lapisan geo textille ini kemudian ditutup dengan menggunakan
lapisan geo membran untuk mencegah menyebarnya gas metan akibat proses
pembusukan sampah (yang dipadatkan) tanpa oksigen.
Geo membran ini
juga akan menyerap panas dan membantu proses pembusukan. Radiasinya akan
dipastikan dapat membunuh lalat dan telur-telurnya di sekitar sampah.
Sementara hasil pembusukan samapah dalam bentuk kompos bisa dijual.
Gas
metan ini juga yang pada akhirnya digunakan untuk memanaskan air hujan
yang sebelumnya ditampung untuk mencuci truk-truk pengangkut sampah.
Henky yakin jika truk sampah yang bentuknya tertutup dicuci setiap kali
habis mengangkut sampah, tidak akan menebarkan bau ke lokasi TPA.
Pengolahan
sampah dengan sistem ini sebenarnya sama saja dengan yang sudah
dilaksanakan TPA Bantar Gebang. Hanya saja, pada Zona I TPA Bantar
Gerbang, groun lner tidak menggunakan geo membran untuk menahan air
lindi. Dan terjadi kebocoran yang menyebabkan pencemaran air serta
pencemaran udara.
Jika, TPA Bantar Gebang direhabilitasi kemudian
pola pengolahannya digantikan dengan RSL, pemerintah daerah Jakarta,
emnurut Henky tidak perlu mencari lokasi baru untuk menampung sampah.
Karena sampah dapat diolah secara berkesinambungan dan sistem di ground
liner bisa diperbaiki secara berkala.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar